Senin, 23 Februari 2015

Based on True Story : Kisah Penarik Becak sebagai peserta Bungkesmas

Pagi itu langkah saya limbung. Langit seakan berhenti berputar. Kaki saya langsung lemas ketika Pak Marjo, tetangga saya, mengabarkan bahwa bapak jatuh sakit. “Dek, dek Rahmat… diminta orang rumah cepat pulang dek. Ada berita duka, bapakmu sakit.” Sontak saya kaget. Saya langsung bergegas pulang kerumah. Ketika itu saya kepada guru piket untuk pulang kerumah. 
Sesampainya dirumah, saya temui ramai orang berdatangan, tetapi saya tidak menemukan bapak dirumah. Ternyata bapak sudah dilarikan kerumah sakit oleh warga. Langsung saya bergegas menuju rumah sakit sejauh 30 KM dari rumah dengan diantar ojek tetangga. Dalam perjalanan saya sedih bercampur bingung. Saya sedih memikirkan keadaan bapak, dan saya juga bingung untuk biaya berobat bapak karena beliau lah yang menjadi tulang punggung keluarga. Sedangkan bapak hanya berprofesi sebagai tukang becak yang penghasilannya tidak seberapa. 
Ketika sampai dirumah sakit saya langsung menemui bapak. Saya bersyukur keadaan bapak tidak begitu parah, namun tetap perlu perawatan sampai keadaanya pulih untuk beberapa hari. Tak lama kemudian saya dipanggil ke bagian administrasi rumah sakit untuk mengurus pembiayaan. Setelah dihitung-hitung biaya perawatan operasi kecil yang telah dilakukan memakan biaya hingga sepuluh juta. Uang sebanyak itu, harus saya dapatkan kemana? 
Beberapa hari kemudian, akhirnya setelah mendapatkan pinjaman dari sana-sini,ibu saya dapat melunasi sebagian biaya rumah sakit bapak. Tetapi bapak butuh perawatan beberapa hari lagi dirumah sakit. Alhasil sudah seminggu bapak tidak menarik becak, karena terbaring sakit. Keadaan keuangan keluarga kami semakin kacau. Biaya makan sehari-hari dan biaya sekolah saya dan adik bungsu saya terbengkalai. Karena bapak satu-satunya tulang punggung dirumah. 
Kami sangat beruntung saat ibu bercerita bahwa bapak mengikuti Tabungan Kesehatan Masyarakat (Bungkesmas) di koperasi.  Tabungan yang ada memang tidak seberapa jumlahnya, karena bapak hanya menabung sebesar dua ribu rupiah perhari, sisa uang belanja dari hasil menarik becak. Namun nilai plus yang didapat dari tabungan itu yang membantu kami. Bapak mendapat santunan asuransi kesehatan dari tabungan kesehatan masyarakat (bugkesmas) sebagai nilai lebih dari koperasi yang Bapak ikuti. Bapak hanya cukup membayar sebesar seratus ribu rupiah untuk satu tahun, dan itu pun dapat dicicil pembayarannya sebesar dua ribu rupiah perhari. Dari santunan asuransi tersebut keluarga kami dapat membayar sebagian biaya operasi dan Bapak  pun mendapatkan santunan rawat inap selama dirawat di rumah sakit yang uangnya bisa kami gunakan untuk mencukupi kebutuhan kami sehari-hari selama bapak tidak bekerja menarik becak. Saya sangat bersyukur akhirnya bapak dapat dirawat dan kami tetap dapat memenuhi kebutuhan kami walaupun bapak tidak bekerja selama bapak saya sakit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar